THE BEGINNING
Di bawah terik matahari, seorang pialang berjalan dengan bangganya. Terlihat rapih, bajunya bersih dan badannya wangi parfum yang biasa dibeli mall-mall besar yang tak jauh dari tempat ia bekerja. ia menggunakan setelan jas hitam lengkap dengan dasi merah kehitaman. Di telinganya terlihat earphone yang menyala dan terdengar seperti kegiatan perdagangan saham di IDX.
Di
Ia pun sampai di depan hotel tua yang tetap digunakan sebagaimana namanya yaitu Hotel Indonesia. Gedung itu tetap memiliki gedung tuanya, penuh dengan kaca, tak ada yang berubah hanya berganti nama kempinskinya karena habis kontraknya.
Di depan kolam selamat datang, ia melihat sebuah layar LCD yang besar, cukup besar untuk menaruh 100 bingkai monalisa disana. Di layer terlihat sebuah siaran langsung dari jalan
Pialang saham itu pun terdiam di tempat ia berdiri, melihat dengan terfokus kepada wajah presiden itu. Rasa penasaran pun muncul dari dalam dirinya.
“Kenapa harus di siaran langsungkan ?...”
Pertanyaan itu pun muncul di dalam hatinya yang menjadi dasar mengapa ia mau menunda pekerjaannya yang sangat bertumpu padanya.
Ia pun bertanya dengan penuh tanda tanya kepada seorang yang berpakaian seperti karyawan perkantoran yang sedang keluar untuk makan siang. Bajunya terlihat basah, “mungkin ia habis berlari atau kepanasan dari cuaca tak bersahabat
Pialang itu pun bertanya
“Apa yang terjadi ?...”
Orang kantoran itu pun terdiam lalu menjawab
”Entahlah, mungkin penetapan kitab undang-undang yan sering diberitakan di TV. Setahu saya masalah kebebasan yang berlebihan, saya tahu itu dari TV.”
Pialang itu pun menjawab dengan wajah seakan-akan tahu segalanya
”Ohh... begitu. Mungkin saja hal itu terjadi.”
Setelah percakapan itu selesai, ia kembali melihat pidato presiden itu lagi. Tapi pidato singkat tersebut baru saja berakhir, rasa penasaran itu muncul lagi dan semakin membesar.
”Apa yang baru saja ia katakan barusan ?...”
Pertanyaan itu pun terucap dari mulutnya yang kering terkena debu polusi kepada orang kantoran tersebut. Tanpa ia sadari, orang itu rupanya hilang dari pandangan matanya.
”Hei..., mana orang kantoran itu?...”
Pertanyaan itu muncul dari dalam dirinya. Dengan muka tanpa rasa penasaran ia melanjutkan melihat layar itu kembali.
”Mungkin dia ada urusan mendadak atau apalah, toh.. mungkin ia juga seorang yang sibuk.”
Lalu di kepalanya teringat kembali pekerjaan pentingnya yang sempat tertunda di IDX. Ketika membalikkan badannya, dijalan terlihat puluhan truk dengan loreng khasnya, hijau, coklat, hitam, entahlah tak bisa disebutkan tapi semua orang tahu akan loreng itu.
”Apa-apaan ini?...”
Tanya dia penuh tanda tanya. Lalu sebuah dinding berwarna hijau dan loreng yang sama dengan truk itu sedikit demi sedikit datang.
”Hei, itu orang yang berbaris, itu, itu TENTARA !!!..”
Kata-kata itulah yang terucap dari seorang yang bergerumun di sana.
Mereka datang menghampiri orang-orang yang berkumpul di depan layar. Semua orang mulai berlari dan terus berlari, rasa panik pun muncul di dalam perasaan setiap orang. Ada yang pingsan terlindas oleh puluhan sepatu dan sandal, tapi tak ada orang yang memedulikannya.
“Saya harus keluar dari masalah ini....”
Kata pialang itu dalam hati, ia pun mulai panik tiada tara.
”Sial, bagaimana nasibku nanti ?...”
Tanya dia dalam hati. Ia berlari bercampur rasa panik, takut dan semua menjadi satu. Lalu ia memandang langit yang begitu gelap bukan mendung tapi polusi Jakarta yang tak bisa dibendung lagi. Di langit yang gelap terlihat belasan pesawat F-22 melintas di atas pencakar langit Jakarta dengan gagahnya.....
“Apakah saya akan keluar dari masalah ini ?... apa saya akan selamat ?.... bagaimana dengan keluargaku ?... Dan apa yang sebenarnya terjadi ?...”
Tanya pialang saham itu dengan cemas sambil berlari dari tentara yang terus bergerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar