14 Juni 2010

Chapter 1

132 Hari sebelum pidato RI 1..


Matahari bersinar dengan cerah menyinari Kota Jakarta yang dipenuhi dengan kesibukan kota itu sendiri. Seorang karyawan berdiam dan bersantai di sebuah kursi Taman Suropati yang rindang oleh puluhan pohon di atasnya. Ia bernama Nedri Nurlanta, seorang karyawan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang telah bekerja selama 2 tahun dengan gaji yang bisa dibilang cukup, ia tetap bertahan di kantornya. Ia berdiam diri, seakan menunggu seseorang yang akan menemuinya. Dari kejauhan muncul seorang wanita berlari ke arahnya dengan muka berbungah-bungah seakan-akan menanti dirinya hadir di sampingnya. Perempuan tersebut tak lain adalah rekan kerjanya yang menjadi pujaan hatinya selama ia bekerja dan menjadi salah satu alasan mengapa ia tetap di kantor yang cukup tua itu. Ia datang menghampiri pria tersebut, dengan menunjukkan muka malu ke laki-laki tersebut karena datang tidak sesuai waktu yang dijanjikan.


Perempuann itu pun duduk disampingnya dan berkata...


”Maaf ya... telat, abis tadi ada rapat dengan atasan dulu sebentar, tapi malah jadi kelamaan..”


Nedri dengan penuh rasa pemaaf ia menjawab...


”Gak apa-apa.. yang penting kamu dateng...”


Perempuan itu pun tersenyum malu atas perkataan laki-laki tersebut yang telah menjadi rekan kerjanya selama kurang dari 2 tahun.


Tanpa disadari oleh keduanya, dari belakang muncul seorang dengan pakaian serba tertutup dan sulit untuk diketahui oleh orang-orang. Tangannya pun masuk ke dalam saku jaketnya yang menutupi indentitas orang tersebut dengan sesegera mungkin. Dari sakunya muncul sebilah pistol hand gun buatan pindad yang berwarna hitam dan dingin. Tanganya langsung menodongkan pistol tersebut ke kepala perempuan tersebut, tanpa ragu-ragu langsung menekan pelatuk pada pistol tersebut dan....


Duaaaarrr................


Perempuan itu langsung jatuh ke tanah, darahnya pun langsung keluar dari kepalanya yang sudah berlubang tepat di atas telinganya. Laki-laki itu panik dan lagsung menoleh asal dari peluru yang sekarang bersarang di kepala perempuan pujaan hatinya tersebut. Tanpa ia ketahui ujung dari pistol telah mengarah ke arah dahi dan sosok tak dikenal itu menekan pelatuknya sama dengan yang ia lakukan sebelumnya.. Peluru pun melesat ke ke arah dahinya dan...


Ia pun terbangun dari tidurnya dengan sedikit kejutan yang membuat penumpang bus kota disebelahnya menunjukkan wajah kaget dan aneh kepada laki-laki tersebut.


”Huuufffhhhh.... ternyata itu cuman mimpi.”


Katanya dalam hati dengan rasa lega karena penembakan tersebut hanyalah sebuah mimpi. Dengan pikiran yang masih kosong, ia langsung melihat sekeliling. Terlihat hanya ada supir dan penumpang di sampingnya yang terliahat seperti anak kuliahan yang sedang menuju kampusnya. Kepalanya mulai memikirkan kerjaannya yang tak pernah ada kata selesai. Ia langsung teringat kalau ia menaiki bus tersebut untuk mengantarkan berkas-berkas yang ia selesaikan kepada Kepala Komisaris KemHan yang mendapat kesempatan besar menjadi Menteri Pertahanan, Tonny Arlian Werlito. Seorang yang bijaksana, tekun, dan tegas dalam bekerja yang menjadi alasan mengapa ia mendapat kemungkinan besar mendapat mandat tersebut. Nedri pun sampai di tujuannya, Kesekertariatan Negara, tempat Tonny dan rekan-rekannya bekerja.


”Aneh.. kenapa seorang kepala komisaris KemHan yang seharusnya bekerja di kantor malah kerja di sini?”


Kata Nedri dalam hati.


Dengan segera ia langsung berlari ke pintu gerbang Kesekretariatan Negara. Setelah menunjukkan kartu pengenalnya ke satpam gerbang, ia berjalan ke pintu masuk yang cukup besar tetapi dapat dibilang juga cukup sederhana. Setelah masuk tanpa bertele-tele ia langsung menghadap ke wanita yang sedang duduk dan menerima telepon di meja recepsionis dan bertanya..


”Selamat pagi, saya mau bertanya, Bapak Tonny Arlian ada?”


Wanita itu pun menjawab dengan ganggang telepon yang ia sengaja ia sangkutkan ke pundaknya..


”Hmm sebentar ya mas.. saya coba lihat dulu daftar hadirnya...”


Wanita itu langsung mengotak-atik komputer yang ada di depannya..


”Mas... Bapak Tonny Arlian hadir hari ini dan sekarang ia sedang berada di ruang rapat 5 di lantai 3...”


Dengan segera Nedri menjawab..


”Terima kasih ya.. mbak.”


Setelah berterima kasih, ia langsung berjalan cepat menuju lift yang ada tak jauh dari sana. Tanpa ia sadari, tali sepatunya terbuka dan melilit kaki, langsung saja ia terjatuh ke lantai. Berkas-berkas pun keluar dari mapnya berserakan di depan wajahnya. Orang-orang di sekelilingnya menghampiri laki-laki tersebut dan menawarkan bantuan kepadanya untuk membantunya berdiri.


”Anda tidak apa-apa?”


Tanya salah satu orang di kerumunan orang yang ada di sekitarnya.

Guna menjawab pertanyaan tersebut, ia melambaikan tangan dan menganggukkan kepalanya ke orang yang bertanya tersebut yang mengartikan bahwa ia baik-baik saja. Segera ia merapikan berkas-berkas tersebut dan memasukkannya ke map. Ia pun melihat isi berkas itu.

Berkas tersebut berisikan file-file yang sepertinya berhubungan dengan undang-undang masa kepemimpinan presiden dan dari sana juga terdapat fileyang berisikan tentang ketertiban masyarakat.


”File-file macam apa ini?”


Tanyanya dalam hati. Tanpa memedulikan isi file-file tersebut ia langsung bergegas menuju lift yang ada di depannya. Pintu lift pun terbuka dan langsung ia memasuki lift tersebut dan menuju lantai 3 yang menjadi tujuannya. Ia berdiri di sudut lift dengan pikiran tentang isi file yang tanpa sengaja ia lihat.


”Apa hubungannya masa kepemimpinan dengan ketertiban? Ditambah lagi apa hubunganya dengan

kepala komisaris?”


Masalah yang menjadi beban di pikirannya terus berputar di kepalanya.


Pintu lift terbuka, ia keluar dari lift tersebut dengan berjalan dengan tenang dan menuju uang rapat 5. Sampailah ia depan ruang tersebut. Di pintu ruang terdapat 1 bodyguard berdiri menjaga pintu tersebut. Dengan berani, ia mendekat ke orang tersebut dan bertanya..


”Maaf pak, di dalam ada bapak Tonny Arlian?”


Dengan muka dingin dan tidak memedulikan Nedri, bodyguard itu menjawab..


”Maaf mas, bapak Tonny sedang tidak bisa ganggu.”


Dengan rasa sebal di dalam hati yang ia tutupi dengan senyuman ia berkata..


”Kalau begitu, tolong antarkan berkas ini untuk bapak Tonny, ini dari Kementerian Pertahanan dan

sangat rahasia hanya ia yang boleh melihat.”


”Baik akan saya berikan berkas ini kepadanya”


Setelah berkata itu, bodyguard tersebut mengangkat mic yang ada di jas hitamnya ke dekat mulutnya.


”Ada berkas untuk bapak Tonny.”


Tiba-tiba muncul seorang bodyguard juga yang berpakaian jas hitam berbicara dan sedikit mengorol dengan bodyguard yang dari tadi berdiri di depan pintu,


Obrolan mereka tidak terdengar dan terlihat sangat rahasia. Bodyguard tersebut langsung memeriksa berkas tersebut tanpa membuka berkasnya. Kedua wajah orang tersebut penuh dengan wajah keseriusan seakan mau melakukan operasi intelijen yang serba penuh rahasia. Berkas pun berpindah tangan. Nedri pun berterima kasih kepada bodyguard tersebut dan meninggalkan orang berjas hitam tersebut.


Dengan jalan yang tenang ia berjalan menuju lift, pikirannya masih berputar mengenai isi-isi berkas tersebut maksud dari semuanya.


”Apa yang ada di dalam ruang tersebut?.. apa rapat rahasia seperti biasanya tapi kenapa harus ada bodyguard di depannya, bahkan di dalamnya juga?.. lalu apa maksudnya dari semua ini?.. masa kepemimpinan, ketertiban, dan mereka itu? dan juga yang terpenting apa hubungannya dengan bapak Tonny yang seorang kepala komisaris?...”


Tanyanya dalam hati yang tidak bisa terpecahkan..


Dengan tenang ia berkata guna menjawab pertanyaan dalam hati..


”Entahlah....”

Tidak ada komentar:

About